FAQIR MISKIN DAN PEMALAS TAK LAYAK TERIMA ZAKAT
Agama Islam adalah agama keadilan dan bersifat rohmatan
lil’alamin atau rahmat untuk semua makhluk di muka bumi. Alasan fundamental
dari kewajiban zakat bagi seorang Muslim atau yang biasa kita sebut dengan Maqoosid
As-Syari’ah adalah sebuah bentuk prevensi ekonomi yangberkeadilan dengan
melarang harta dari beredar atau bersirkulasi hanya pada satu kelompok
masyarakat atau yang kaya dan berpunya semata, sehingga masyarakat lemah dan
miskin menjadi terpinggir dan hanyut dalam arus marjinalisasi perlombaan kelompok
masyarakat kelas elit, kaya dan berpunya. Keadilan dalam perepektif Islam
adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional dengan prinsip equalitas
hukum, kesempatan, hak dan kewajiban. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
adalah hal yang bersifat mandatori dan tak dapat dipisahkan. Kewajiban
seseorang menjadi hak bagi yang lain, dan kewajiban orang lain menjadi hak bagi
seseorang. Kewajiban si kaya adalah untuk bersikap prihatin dan peduli, yang
menjadi hak si miskin, dan sifat pandai berterimakasih atas sebuah
keperihatinan dan kepedulian adalah kewajiban si miskin yang menjadi hak si
kaya walaupun hal tersebut tidak boleh dan tidak patut dituntut dan dipinta.
Agama Islam mengajarkan kita bahwa siapa yang tidak berterimakasih pada manusia
berarti belum bersyukur kepada Allah swt, karena manusia adalah syari’at atau
jalan dari sebuah nikmat dan Allah adalah hakikat dari semua nikmat. Majelis
ulama Indonesia Kota Dumai pada Muzakaroh Komisi fatwa yang ke IV yang berlangsung pada tanggal 28 Juli 2012 atau
bersamaan dengan 8 ramadhan 1433H bertempat di Sekretariat MUI Kota Dumai, Eks
Kantor walikota Jalan HR. Subrantas, telah menghasilkan keputusan untuk
direkomendasikan kepada ummat atau Tausiyah seperti berikut: 1. Berdasarkan
Mazhab Jumhur As Syafi’i menetapkan bahwa pembagian zakat mal dan zakat fitrah
adalah secara proporsional berdasarkan asnaf, bukan berdasarkan jumlah
keseluruhan mustahik tanpa membedakan asnaf. 2. Apabila sebuah asnaf tidak
memeliki mustahik maka bagian tersebut dapat dialihkan kepada asnaf yang
memiliki banyak mustahik. 3. Pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan
uang atau qiimah ( yang senilai ) karena hal tersebut lebih memenuhi Maqoosid
As Syari’ah, karena faqir miskin lebih memerlukan uang dan barang daripada
beras saat menyambut hari raya. 4. Faqir dan Miskin yang fasik atau tidak taat
melaksanakan kewajiban agama serta sering melalukan maksiat dan dosa tidak
Layak menerima zakat, karena zakat adalah harta yang baik yang mesti diberikan
kepada orang baik yang taat beragama namun belum menemukan keberuntungan nasib
dalam hidupnya. Surah At Taubah ayat 103 menegaskan bahwa harta yang diambil
dan dipungut dari orang orang kaya adalah untuk memebersihkan dan mensucikan
pemiliknya dengan harta yang dimiliki, maka jika harta tersebut diberikan
kepada orang fasik adalah sama dengan membersihkan sesuatu tapi dengan
meletakkannya di tempat yang kotor. Janganlah harta yang baik menjadi penambah
maksiat dan dosa karena dipergunakan oleh penerima zakat yang fasik untuk
hal-hal dosa dan maksiat seperti judi dan tuak atau miniman keras lainnya. 5. Pemalas
yang mampu bekerja dan punya kesempatan kerja tidaklah layak menjadi penerima
zakat karena agama Islam adalah agama usaha dan perjuangan yang menjadi bagian
dari ibadah kita kepada Allah swt.
Dengan tausiyah ini Majelis Ulama Indonesia
Kota Dumai Menghimbau seluruh elemen ummat terutama para amil zakat dan muzakki,
untuk lebih arif dan bijaksana dalam melaksanakan pembagian dan penyaluran
zakat, sehingga yang menerimanya adalah orang-orang yang berhak dan diridhoi
Allah swt.
*** LUKMAN SYARIF Ketua MUI Kota Dumai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar