Senin, 16 Juni 2008


NARKOBA: Musuh Kelas Dua, Bahaya Kelas Satu

Oleh

Lukman Syarif, MA

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dalam perkembangannya telah menjadi ancaman global yang melampaui batas negara, sehingga tak satupun negara di dunia hari ini yang berani membuat klaim bahwa negaranya bebas dari ancaman narkoba. Ancaman bahaya narkoba menempati urutan kedua setelah masalah terorisme internasional. Hal ini telah menjadikan masalah Narkoba dan terorisme sebagai musuh bersama dari negara-negara di dunia yang harus diperangi secara bersama-sama pula, dengan pendekatan yang lebih konfrehensif dan akurat.

Secara kasat mata kita dapat melihat bahwa di negara kita ini, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat, merambah keseluruh sisi kehidupan masyarakat. Semula dalam masalah ini, banyak pihak menganggap Indonesia hanya sebagai tempat singgah (transit) semata, dalam mata rantai perdagangan dan peredaran gelap narkoba yang sangat terorganisir, untuk dijual kenegara lain. Namun dalam perkembangannya, ternyata Indonesia telah menjadi pasar utama bagi para bandar narkoba kelas internasional, yang dijalankan oleh orang-orang asing dan kaki tangannya secara sistematis dan terorganisir. Bahkan dalam perkembanganya kemudian, Indonesia telah menjadi tempat untuk memproduksi narkoba secara gelap dengan jumlah dan kapasitas yang sangat fantastis sekali.

Kita mesti menyadari bahwa, ancaman bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah berkembang sangat pesat dan telah mengguncang kehidupan keluarga, masyarakat, dunia pendidikan kita, dunia hiburan, bahkan kancah politik kita dalam berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, secara nasional sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahaya narkoba telah menjadi bahaya nasional yang telah mengancam dan mengganggu ketahanan nasional, bahkan menghilangkan jati diri kita sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dengan demikian, kepentingan nasional kita, yaitu mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka, bebas, dan sejahtera benar-benar berada pada posisi yang kabur dan terancam.

Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah tanggung jawab mandatori kita bersama untuk mengupayakan pencegahan dan pemberantasannya, karena diri kita, keluarga kita, masyarakat kita dan bangsa kita semuanya berada pada posisi resiko tinggi terhadap bahaya tersebut. Narkoba tidak hanya ada di kota-kota, tetapi ia telah menyusup dan merambah sampai ke desa-desa terpencil seluruh Indonesia. Dalam upaya memaksimalkan program "Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)" sehingga mencapai hasil yang maksimum, maka peran serta masyarakat secara aktif adalah sangat diperlukan dan tidak menyerahkan secara bulat dan total kepada pemerintah semata. Segenap unsur organisasi masyarakat, termasuk, dai atau pendakwah, rohaniawan, tokoh masyarakat dan pendidik untuk melakukan suatu upaya sinergis yang komprehensif multidimensional untuk menyelesaikan hal tersebut. Upaya tersebut perlu dijalankan secara simultan melalui serangkaian kegiatan berbasis masyarakat, yang bersifat aplikatif dan akurat, dan bukan pendekatan teoritis semata.

Agenda Asing untuk menjadi Indonesia sebagai pasar utama mereka, dan sekaligus menjadi sebuah grand setting untuk menghancurkan bangsa kita, dapat dilihat dengan jelas melalui fakta-fakta sebagai berikut :

a. Dalam kaitannya dengan tindak pidana narkoba, telah divonis dengan hukuman mati tetapi belum dieksekusi sebanyak 7 orang WNI dan 10 orang asing yang terdiri dari 5 orang warga negara Nepal, 2 orang warganegara Nigeria, dan masing-masing 1 orang warganegara Angola, Zimbabwe, dan Pakistan.

b. Dari data BNN terungkap bahwa selama tahun 2001/2002, warganegara asing yang terlibat dalam tindakan pidana narkoba di Jakarta, Bali, Lombok, Bitung, Batam, dan Sabang adalah sebanyak 52 orang. Dari jumlah tersebut, 7 (tujuh) orang diantaranya ditangkap di Bandara Soekarno Hatta dalam upaya untuk meloloskan heroin masuk ke Indonesia.

c. Sedangkan, WNI yang melakukan tindak pidana narkoba di luar negeri dari tahun 1999-2001, menurut data BNN, adalah sebanyak 28 orang, dimana 25 orang diantaranya ditangkap karena kedapatan membawa sejumlah besar heroin atau cocain dengan tujuan Jakarta dari Peru, Chili, Equador, Argentina, Pakistan, dan Malaysia.

d. Selama tahun 2002, Demokrat Jenderal Imigrasi telah mendeportasi sebanyak 104 orang warga negara asal benua Afrika yang sebagian besar kedapatan overstay dan menyalah-gunakan izin tinggal serta ditengarai terlibat kasus narkoba. Sedangkan, dari Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, telah dideportasi sebanyak 30 orang asing dari berbagai kebangsaan (10 orang diantaranya warga negara Kamerun) yang telah selesai menjalani hukuman di LP Salemba.

Dari fakta tersebut dapat diidentifikasi secara meyakinkan bahwa kemungkinan kewarganegaraan orang asing pengedar narkoba serta titik-titik yang dijadikan tempat masuk peredaran narkoba dan "prekursor" dari luar negeri ke Indonesia yang dilakukan (dibawa) oleh WNI dan WNA melalui TPI di bandar udara, pelabuhan laut, dan perbatasan darat yang merupakan pintu gerbang negara kita untuk wisatawan mancanegara. Apakah nasib bangsa kita akan kita biarkan hancur di tangan agen-agen asing yang secara sistematis telah mengubur masa depan anak bangsa kita sebelum ianya tumbuh dan berkembang? Kita mesti menyadari bahwa narkoba adalah; one way entry, no exit. Sekali terperangkap dunia hancur dan kehidupan menjadi sebuah perjalanan penuh derita yang takkan pernah berakhir.


GENERERASI MUDA GENERASI LALANG

Oleh

Lukman Syarif, MA

Ketika berusia belasan tahun, penulis pernah diajak bicara sang Ayah (almarhum ) dalam sebuah perjalanan ke sebuah kebun di Bagan Besar atau tepatnya di belakang Kantor Walikota sekarang. Ayah saya mengajukan sebuah pertanyaan yang agak berbeda bagi saya, dari beberapa pertanyaan yang pernah diberikansebelumnya. Apakah perbedaan yang paling nyata dan ketara antara induk lalang dan anak lalang yang biasanya tumbuh di beberapa tempat secara seporadis? Saya secara sepontan menjawab dengan lurus bahwa induk lalang lebih besar dan lebih tinggi dari anaknya. Namun Ayah saya ternyata belum puas dengan jawaban yang saya berikan. Ayah saya dengan kearifannya menyuruh saya membuka sandal yang saya pakai, lalu meminta saya untu menginjak induk lalang dan seterusnya diikuti dengan anak lalang. Setelah selesai mengerjakannya Ayah saya lalu bertanya lagi; Apakah perbedaan antara keduanya? Dengan agak berhati-hati penulis menjawab, bahwa perbedaan yang paling nyata antara keduanya adalah; induk lalang ketika dipijak mudah patah tanpa perlawanan, dan anak lalang dengan bentuknya yang runcing lebih melawan dan lebih mampu untuk bertahan. Ayah saya mengatakan benar dan bagus, namun intinya adalah anak harus beruhasa dengan sedaya upaya untuk menjadi lebih baik dari orangtuanya, tidak sekedar sama apalagi lebih buruk dan lemah dari mereka.

Dialog tersebut sangat berkesan dan memberikan pengaruh besar kepada penulis sampai hari ini, serta menjadi inspirasi dan motivasi kuat bagi penulis untuk lebih siap dan tekun menghadapi tantangan hari esok dan masa depan yang lebih menantang. Sesungguhnya perjuangan dan pengorbanan orangtua yang tak kenal lelah, bermandi keringat, dalam hujan dan panas, untuk memenuhi tuntutan kehidupan yang sangat berat dan di luar kemampuan mereka, namun tetap mereka laksanakan dan pikul, untuk mewujudkan sebuah keinginan dan harapan besar yang mereka letakkan pada anak-anak mereka sebagai generasi harapan. Tembok kemiskinan yang berdiri kukuh di hadapan orangtua, dan jurang keterbatasan hidup yang selalu mengganjal langkah mereka tak mampu merubah keyakinan mereka yang terpahat indah di dalam dada bahwa mereka adalah para pahlawan tangguh yang berpantang surut dari medan laga, rela mengadai nyawa agar sang anak tumbuh dan membesar dengan jaya.

Sejuta harapan diletakkan oleh orangtua pada anak-anak mereka yang menjadi generasi penerus, generasi lalang, dan generasi harapan, untuk mencapai cita-cita dan keinginan yang mungkin tak mampu mereka capai dan raih dalam hidup mereka. Cita-cita pribadi, cita-cita keluarga, masyarakat dan bangsa yang secara nyata dan natural mereka amanahkan kepada anak-anak mereka. Dalam perjuangan ini terkadang orangtua kita harus terpinggir karena kemiskinan, terhina karena ketidakmampuan dan tersisih karena ketidakberdayaan. Banyak hal-hal yang mustahil telah dilakukan oleh Ayah dan Ibu kita dalam memenuhi keperluan kita karena sangat jauh dari kemampuan finansial yang mereka miliki. Ayah dan ibu kita tak pernah mengungkapkan kata penat dan lelah apa lagi untuk meminta upah kepada kita atas setiap perjuangan mereka.

Generasi lalang pantas menyadari bahwa setiap rupiah yang mereka terima adalah hasil dari setiap tetesan keringat orangtua yang rela membanting tulang siang dan malam. Berpanas-panas di siang hari dengan hujan keringat membasahi tubuh dalam mencari rezeki yang halal dan bermanfaat untuk sebuah cita-cita murni dan pengorbanan yang tiada henti. Sesungguhnya untuk membesarkan seorang anak sampai usia 5 tahun saja diperlukan biaya puluhan juta rupiah bahkan ratusan juta rupiah, guna memenuhi segala keperluan balita, bagaimana pula hal nya jika sepuluh atau dua puluh tahun sekolah dan kulliah mencari pekerjaan hingga mendirikan rumah tangga?

Generasi lalang tidak akan tega untuk bermain-main dengan keseriusan orangtua, atau bersenang-senang di bawah penderitaan mereka. Setiap anak mesti menyadari bahwa mereka sangat berutang budi kepada kedua orangtuanya. Generasi lalang tentunya akan berfikir bahwa, hutang tersebut sangat tidak wajar untuk dibayar dengan sikap cuek, hura-hura, dan hidup dengan liar tak peduli norma etika, serta pembangkangan yang berterusan ataupun sifat ego dan nekad tanpa kendali. Generasi lalang tentunya menyadari bahwa, setiap makanan yang mereka makan adalah jelmaan dari tetesan keringat yang membasahi tubuh orangtua yang tak terhingga jumlahnya. Jika mereka memakai pakaian yang baik, cantik dan mahal maka pakaian itu adalah tetesan keringat orangtua yang telah dijual untuk ditukar ganti dengan pakaian dan aksesoris yang dipakai. Tentunya sangat tidak pantas anak yang dibesarkan dengan penuh cinta kasih untuk menyiksa orangtuanya dengan kegagalan dan keruntuhan moral, apalagi untuk mengubur seluruh harapan dan cita-cita mereka dengan menjadi pencandu narkoba ataupun terlibat dalam prilaku seks bebas yang berakibat HIV/AIDS.

Menjadi pohon yang tumbuh dan membesar di atas bukit adalah nasehat sang ayah yang terus mengiang di telinga penulis hingga hari. Pohon yang tumbuh di atas bukit harus berhadapan dan terlatih dengan kuatnya hembusan angin dari sejak dini, sehingga ia mampu berhadapan dengannya, terutama ketika pohon tersebut tumbuh dan membesar. Pohon yang tumbuh di atas bukit jarang yang tumbang karena kuatnya terpaan angin, namun pohon yang tumbuh di lembah sering tumbang bila berhadapan dengan angin yang kuat, terutama ketika ketinggian pohon tersebut melebihi bukit di sekelilingnya. Generasi lalang adalah generasi yang tahan uji dan siap menghadapi tantangan. Generasi lalang adalah generasi yang lahir dan terdidik untuk menghadapi segala tantangan yang wujud di zamannya. Tak pernah lari dari masalah karena lari dari masalah bukanlah penyelesaian ( escapism is not solution ). Lari dari masalah adalah lari dari kenyataan, dan lari dari kenyataan adalah lari dari kehidupan. Generasi lalang dapat memahami hakikat kehidupan dunia yang tak pernah luput dari masalah dan tantangan, bak kata pepatah; bumi yang mana yang tak ditimpa hujan.

Generasi lalang melihat dan meyakini dengan sepenuhnya bahwa Allah swt menciptakan segalanya dengan berbagai jenis dan ragam, sehingga zaman pun selalu beragam. Ada malam, dan ada siang. Ada musim panas, dan ada musim dingin. Ada panas, dan ada dingin serta ada mendung dan ada berawan. Bumi kita juga selalu beragam. Ada pegunungan, ada lembah. Ada anak bukit, ada dataran rendah dan Ada sungai, serta bendungan. Kehidupan manusia juga beragam. Ada sedih, ada gembira. Ada ujian, ada karunia. Ada kelahiran ada pula kematian. Ada kaya, ada miskin. Ada damai, ada perang. Ada kesusahan ada pula kemudahan. Kita sering nampak derita hari ini, tapi kita jarang ingat kebahagiaan untuk esok hari. Kita mesti belajar untuk menghargai apa yg kita miliki hari ini, kerana kita takkan dapat mencapai penghargaan hari esoknya jika semuanya telah tiada. Semua hal tersebut adalah romantika kehidupan yang mesti dilalui untuk mencapai hari esok yang baik dan mengukir kesuksesan yang lebih berarati. Menjadi lebih baik dari orangtua dalam segala hal adalah tujuan hidup generasi lalang, karena anak lalang pasti lebih baik dan lebih kuat dari induknya. Wallahu’A’lam.

.