MENGGALI HIKMAH DI SEBALIK MUSIBAH
( Catatan Perjalanan Lukman Syarif, Relawan PMD dan BAZ Kota Dumai )
Petuah orangtua kita bahwa “Tidaklah pokok bergoyang kalau tidak ada angin yang berembus” dan “kalau ada asap tentu ada api” selalu membayangi benak penulis sesaat setelah gempa besar berskala 7,6 yang menimpa saudara kita, ummat Islam di Sumatera Barat. Rasa ingin tahu dan semangat cinta ilmu dan dorongan semangat ukhuwah Islamiyah di dalam hati mendorong penulis untuk mengutarakan sebuah usul sederhana, agar Persatuan Muballigh Kota Dumai mengirim beberapa orang relawan mendampingi relawan Pemerintah Kota Dumai yang dipimpin langsung oleh H. Sunaryo Wakil Walikota Dumai. Alhamdulillah usul ini diterima baik oleh Ketua dan Skretaris PMD Kota Dumai, dan dengan semangat yang sama hal ini kami sampaikan kepada Badan Amil Zakat Kota Dumai agar turut ikut mengirimkan relawan untuk tujuan yang mulia ini.
Dengan rahmat Allah swt rombangan relawan Kota Dumai Pada hari senin 5 Oktober 2009 sekitar pukul 15.00 WIB berangkat menuju Sumatera Barat dengan iring-iringan kendaraan yang terdiri dari 4 buah truk pembawa bantuan sebuah mobil Patroli pengawalan dan 6 buah mobil relawan. Sepanjang perjalanan para relawan muballigh selalu berdiskusi tentang dahsyatnya gempa yang terjadi, sehingga menarik dan menggerakkan hati serta menyentuh rasa kemanusiaan ummat Islam dari seluruh Indonesia untuk datang ke Sumatera Barat menyalurkan bantuan mereka, guna meringankan penderitaan korban gempa yang telah banyak kehilangan harta dan nyawa. Gambaran ini semakin nyata ketika rombongan berhenti di daerah Lubuk Bangku, dan melihat berpuluh-puluh truk bantuan terlihat parkir dengan spanduk melekat; bantuan gempa Sumbar melekat pada dinding setiap truk tersebut.
Penulis sangat terkejut ketika disapa oleh seseorang yang baru turun dari kendaraannya dengan nomor plat Jakarta, bahwa mereka telah berjalan selama 2 hari dua malam, untuk mengantarkan bantuan ke daerah gempa. Baik di Lubuk Bangku maupun di sepajang jalan relawan muballigh memperhatikan banyaknya kendaraan luar daerah yang datang baik sebagai relawan ataupun untuk mengantarkan bantuan. Melihat hal ini, penulis benar-benar merasakan dan menyakini kebenaran Hadis Rasulllah saw bahwa Seorang mukin dan mukmin lainnya bagaikan sebuah tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh lainnya turut merasakan derita tersebut. Sekitar pukul 5 pagi rombongan memasuki Kota Padang Panjang dan menunaikan sholat Subuh di salah satu masjid. Pada pukul tujuh rombongan memasuki Kab. Padang Pariaman dan langsung kedaerah Sicincin membagikan bantuan. Ketika memasuki daerah tersebuh kami menyaksikan secara dekat betapa kehancuran terjadi di sana-sini sehingga sangat sulit untuk menemukan rumah yang terselamat dari gempa di daerah Sicincin. Pembagian bantuan ini dengan 10 titik pembagian baru berakhir sekitar pukul 23.00 WIB di Kab. Agam.
Relawan Muballigh dan Baz berjalan mendatangi rumah-rumah yang roboh memberikan nasehat-nasehat ringkas seraya memberikan bantuan kain sarung agar dapat mereka pergunakan dalam beribadah. Dari dialog para Muballigh dengan masyarakat dapat disimpulkan bahwa sebagian kecil ada yang melihat fenomena gempa ini sebagai teguran dan pengajaran dari Allah, yang perlu diambil i’tibar, pengajaran dan semua yang terjadi adalah hasil perbuatan dan prilaku manusia, namun pada sisi yang lain ada yang mengembalikannya kepada fenomena alam dengan mengatakan: ”Di Sumbar ko Pak Kami lah biaso jo gampo, tapi ikolah nan paling gadang”.
Relawan Muballigh dan BAZ Kota Dumai merasa sangat sedih dan terhenyuh ketika melihat banyak masjid yang roboh akibat gempa terutama di Kab. Padang Pariaman dan sebagiannya berada dalam kondisi yang kurang terawat. Setelah selesai menyampaikan tausiyah ringkas seorang ibu yang sudah berusia 70 tahun lebih bernama Rugayah mendatangi penulis lalu berkata; ”Bukan pitih nan kami paralu, tapi ceramah agamo nan lah bapuluah tahun indak kami danga”. Relawan Muballigh menyimpulkan bahwa kehadiran muballigh di daerah gempa adalah sebuah kemestian karena yang memberikan bantuan materi dan medis biasanya banyak, namun sedikit sekali yang datang untuk memberikan bantuan rohani dan spiritual. Marilah kita ambil pelajaran dari peristiwa ini, karena sejahil-jahil manusia menurut Imam Ali adalah orang yang tidak bisa mengambil pengajaran dari setiap kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Kita Mesti yakin dan percaya bahwa maksiat kecil dan besar adalah mengundang bencana, sikap cuek dan membiarkan kemungkaran merajalela adalah sebuah upaya mempercepat terjadinya bencana, dan kita mesti yakin bahwa Allah tidak akan menghukum suatu kaum jika mereka benar-benar beriman dan bertakwa. Walllohu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar