Kamis, 21 Maret 2013

Ingat Mati sebagai Solusi



INGAT MATI SEBAGAI SOLUSI
Oleh
Lukman Syarif, MA.
Ketua MUI Dumai

Perjalanan ke sebuah negeri asing yang jauh dan tak pernah kita kunjungi seperti kutub utara misalnya, pasti akan menimbulkan perasaan cemas dalam hati kita, karena ketiadaan ilmu dan informasi tentang keadaan negeri tersebut. Kematian adalah perjalanan satu arah ( one way entry no exit ) ke negeri alam barzahk yang tidak kita ketahui secara tepat dan persis bagaimana keadaan dan kehidupan kita kelak di sana, jika bahagia bagaimanakah nikmatnya, jika sakit bagaimanakah siksanya karena tak seorangpun yang telah mati dapat kembali ke dunia untuk bercerita tentang kehidupan di alam sana.

Pembaca yang budiman
Kematian persis seperti pohon kelapa. Buahnya jatuh kebumi, mutiknya juga jatuh, bahkan bunganya pun jatuh. Buah yang tua memang selalu berada di bawah tapi belum tentu akan jatuh duluan, dan buah yang muda memang selalu berada di atas tetapi belum tentu jatuh kemudian, semuanya bergantung kepada takdir dan ketetapan Allah swt yang maha menetukan segalanya. Yang tua belum tentu mati lebih dahulu, sehingga tak dapat hidup lama, dan yang muda belum tentu mati kemudian dan dapat hidup lebih lama. Syauqi penyair sufi menasetkan ummat Islam tentang kematian: Berbekallah dengan takwa, sebab ketika malam tiba engkau tak tahu apakah masih hidup esok pagi, banyak orang sehat yang mati tanpa penyakit, dan banyak pula orang sakit namun dapat hidup lama. Kesehatan janganlah sampai membuat kita lupa dan alpa, penyakit pula jangalah membuat kita mudah berputus asa.

Saudara pembaca yang dirahmati Allah
Abdul Hamid  al Bilali dalam kitab Taammulat Ba’dal Fajr mengisahkan ayahnya mantan seorang jenderal besar, panglima perang yang gagah, memenangi banyak peperangan, namun di hari tuanya ia menderita penyakit stroke, tanpa mampu bergerak dan berbicara, yang terdengar darinya hanyalah bunyi suara tanpa susunan kata yang jelas, tubuhnya lumpuh dan layu, hari ini ia tak lebih dari tumpukan daging yang hampir membusuk. Abdul hamid bertanya dalam hati sambil merenung jauh, di manakah kegagahan dan kebesaran hari  kemarin? Di manakah keceriaan dan kesuksesan hari kemarin? Ilustrasi di atas tentunya membawa kita pada sebuah kesimpulan, ternyata nikmat dunia persis seperti kenikmatan dalam sebuah hotel mewah yang kita lalui hanya dalam hitungan hari dan malam semata, kemudian kita mesti meninggalkannya, atau seperti harga koran  harian yang kita beli pada hari ini seharga Rp. 3000 namun setelah berselang sehari saja, kita dengan Rp. 3000 bisa membeli 30 eksanplar koran. Mengapakah kita  masih beriya-iya untuk memenuhi tuntutan perut kita, padahal nikmat makanan hanyalah antara mulut dan kerongkongan belaka. Mengapakah kita beriya-iya untuk memiliki tanah puluhan dan ratusan hektar padahal kuburan kita hanyalah 1 X 2M saja.      

Para pembaca yang berbahagia
Rasulullah dalam sabdanya mengingat kita agar menjadi kematian sebagai penasehat kita. Ingat mati menjadikan kita selalu berupaya agar hidup kita menjadi lebih berarti, karena kita hidup hanya sekali. Takut mati menjadikan kita lebih hati-hati dalam berbuat, berbicara dan bertindak, karena bisa jadi itu adalah hal terakhir dalam hidup kita. Ingat mati menjadikan kita lebih bertanggungjawab dan yakin bahwa tiada hal garatis di dunia ini. Perbuatan baik akan berbuah kebaikan dan perbuatan jahat akan berbuah azab dan siksaan. Ismail al Faruqi berkata: As long as we do not know when we die, plan to die ( selama kita tak tahu kapan kita mati berencanalah untuk mati). Orang yang sholeh dan cerdas selalu merencanakan kematiannya sehingga hidupnya benar-benar berguna, orang fasiq dan jahil pula selalu merencanakan kehidupannya sehingga lupa kematian dan hidup nyaris tak berguna. Orang tersebut akan selalu merasa berhasil tapi gagal, merasa berbuat tapi riya, dan merasa diri suci tapi penuh dosa.

Ayah penulis Ahamad Mudin. S. Selalu berkata, anakku belajarlah dari pisang yang tak menyerah mati walaupun ditebang berkali-kali sebelun ia berbuah, maka engkau sebagai manusia janganlah mati sebelum berjasa untuk ummat dan agamamu. Janganlah keberadaan kita hanya berguna untuk diri sendiri padahal ayam dan burung berguna untuk manusia dan makhluk lainnya. Dengan ingat mati kita selalu bertannya pada diri apakah yang sudah kita beri pada agama dan ummat dan dengan apakah kita membeli surga? Bukankah surga tak dapat dibeli dengan harta apalagi maksiat dan dosa. Kita hanyalah menghitung hari dalam sebuah perlombaan mengejar ridho ilahi. Kita hidup hanya tiga hari: hari kemarin yang menjadi sejarah, hari ini yang menjadi kenyataan, dan hari esok yang menjadi harapan. Marilah kita gunakan sehari yang masih tersisa untuk mereformasi diri menjadi lebih dekat kepada sang pencipta Allah SWT.