Minggu, 13 Maret 2011

MENGGALI HIKMAH DI SEBALIK MUSIBAH

MENGGALI HIKMAH DI SEBALIK MUSIBAH
( Catatan Perjalanan Lukman Syarif, Relawan PMD dan BAZ Kota Dumai )

Petuah orangtua kita bahwa “Tidaklah pokok bergoyang kalau tidak ada angin yang berembus” dan “kalau ada asap tentu ada api” selalu membayangi benak penulis sesaat setelah gempa besar berskala 7,6 yang menimpa saudara kita, ummat Islam di Sumatera Barat. Rasa ingin tahu dan semangat cinta ilmu dan dorongan semangat ukhuwah Islamiyah di dalam hati mendorong penulis untuk mengutarakan sebuah usul sederhana, agar Persatuan Muballigh Kota Dumai mengirim beberapa orang relawan mendampingi relawan Pemerintah Kota Dumai yang dipimpin langsung oleh H. Sunaryo Wakil Walikota Dumai. Alhamdulillah usul ini diterima baik oleh Ketua dan Skretaris PMD Kota Dumai, dan dengan semangat yang sama hal ini kami sampaikan kepada Badan Amil Zakat Kota Dumai agar turut ikut mengirimkan relawan untuk tujuan yang mulia ini.

Dengan rahmat Allah swt rombangan relawan Kota Dumai Pada hari senin 5 Oktober 2009 sekitar pukul 15.00 WIB berangkat menuju Sumatera Barat dengan iring-iringan kendaraan yang terdiri dari 4 buah truk pembawa bantuan sebuah mobil Patroli pengawalan dan 6 buah mobil relawan. Sepanjang perjalanan para relawan muballigh selalu berdiskusi tentang dahsyatnya gempa yang terjadi, sehingga menarik dan menggerakkan hati serta menyentuh rasa kemanusiaan ummat Islam dari seluruh Indonesia untuk datang ke Sumatera Barat menyalurkan bantuan mereka, guna meringankan penderitaan korban gempa yang telah banyak kehilangan harta dan nyawa. Gambaran ini semakin nyata ketika rombongan berhenti di daerah Lubuk Bangku, dan melihat berpuluh-puluh truk bantuan terlihat parkir dengan spanduk melekat; bantuan gempa Sumbar melekat pada dinding setiap truk tersebut.

Penulis sangat terkejut ketika disapa oleh seseorang yang baru turun dari kendaraannya dengan nomor plat Jakarta, bahwa mereka telah berjalan selama 2 hari dua malam, untuk mengantarkan bantuan ke daerah gempa. Baik di Lubuk Bangku maupun di sepajang jalan relawan muballigh memperhatikan banyaknya kendaraan luar daerah yang datang baik sebagai relawan ataupun untuk mengantarkan bantuan. Melihat hal ini, penulis benar-benar merasakan dan menyakini kebenaran Hadis Rasulllah saw bahwa Seorang mukin dan mukmin lainnya bagaikan sebuah tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh lainnya turut merasakan derita tersebut. Sekitar pukul 5 pagi rombongan memasuki Kota Padang Panjang dan menunaikan sholat Subuh di salah satu masjid. Pada pukul tujuh rombongan memasuki Kab. Padang Pariaman dan langsung kedaerah Sicincin membagikan bantuan. Ketika memasuki daerah tersebuh kami menyaksikan secara dekat betapa kehancuran terjadi di sana-sini sehingga sangat sulit untuk menemukan rumah yang terselamat dari gempa di daerah Sicincin. Pembagian bantuan ini dengan 10 titik pembagian baru berakhir sekitar pukul 23.00 WIB di Kab. Agam.

Relawan Muballigh dan Baz berjalan mendatangi rumah-rumah yang roboh memberikan nasehat-nasehat ringkas seraya memberikan bantuan kain sarung agar dapat mereka pergunakan dalam beribadah. Dari dialog para Muballigh dengan masyarakat dapat disimpulkan bahwa sebagian kecil ada yang melihat fenomena gempa ini sebagai teguran dan pengajaran dari Allah, yang perlu diambil i’tibar, pengajaran dan semua yang terjadi adalah hasil perbuatan dan prilaku manusia, namun pada sisi yang lain ada yang mengembalikannya kepada fenomena alam dengan mengatakan: ”Di Sumbar ko Pak Kami lah biaso jo gampo, tapi ikolah nan paling gadang”.

Relawan Muballigh dan BAZ Kota Dumai merasa sangat sedih dan terhenyuh ketika melihat banyak masjid yang roboh akibat gempa terutama di Kab. Padang Pariaman dan sebagiannya berada dalam kondisi yang kurang terawat. Setelah selesai menyampaikan tausiyah ringkas seorang ibu yang sudah berusia 70 tahun lebih bernama Rugayah mendatangi penulis lalu berkata; ”Bukan pitih nan kami paralu, tapi ceramah agamo nan lah bapuluah tahun indak kami danga”. Relawan Muballigh menyimpulkan bahwa kehadiran muballigh di daerah gempa adalah sebuah kemestian karena yang memberikan bantuan materi dan medis biasanya banyak, namun sedikit sekali yang datang untuk memberikan bantuan rohani dan spiritual. Marilah kita ambil pelajaran dari peristiwa ini, karena sejahil-jahil manusia menurut Imam Ali adalah orang yang tidak bisa mengambil pengajaran dari setiap kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Kita Mesti yakin dan percaya bahwa maksiat kecil dan besar adalah mengundang bencana, sikap cuek dan membiarkan kemungkaran merajalela adalah sebuah upaya mempercepat terjadinya bencana, dan kita mesti yakin bahwa Allah tidak akan menghukum suatu kaum jika mereka benar-benar beriman dan bertakwa. Walllohu a’lam.

Sabtu, 26 Februari 2011

JADIKAN HIJRAH MOMENTUM PERUBAHAN

JADIKAN HIJRAH MOMENTUM PERUBAHAN

1 muharram 1430H adalah sebuah golden opportunity atau kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk melakukan refleksi dan evaluasi kritis dalam bentuk otokritik atau melakukan analisa kritis terhadap perjalanan hidup kita di masa lalu dengan segala warnapwarni kehidupan yang ada di dalamnya. Sesungguhnya perjalanan hidup manusia di dunia ini tak obahnya bagaikan arus sungai yang mengalir dengan derasnya dari hulu hingga ke hilir. Jika kita menemukan adanya kekeruhan di hilir sungai tentunya hal itu sangat erat hubungannya dengan apa yang terjadi di hulu berupa tumpukan sampah atau dampak erosi maupun abrasi . Jika kita berkaca kepada petuah dan pepatah orangtua kita di masa lalu yang pernah berkata: Pokok tak akan bergoyang kalau tak ada angin yang berembus, atau jika ada asap tentunya ada api, tentunya kita dapat memahami konsep kausalitas atau hubungan sebab akibat dalam hidup kita. Pribahasa di atas jelas menunjukkan bahwa hubungan sebab akibat dari tingkah laku dan perbuatan kita dalam kehidupan manusia di dunia ini. Apa yang kita lakukan di masa lalu tentunya sangat berhubungan dengan kehidupan kita hari ini. Jika kita banyak melakukan hal-hal baik dan positif di masa lalu tentunya kehidupan kita hari akan penuh dengan berkah kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan, namun jika kita pada masa yang lalu lebih banyak melakukan hal-hal buruk, negatif dan destruktif atau merusak tentunya kehidupan kita pada hari ini akan menjadi suram, penuh masalah dan tak luput dirundung malang dengan masa depan yang kabur dan tidak jelas.

Sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini hanya terbatas pada tiga hari saja. Hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Hari kemarin yang telah berlalu, hari ini yang tidak akan kekal bersama kita, dan hari esok yang belum pasti bagaimana nasib dan keadaan kita. Hari kemarin menjadi sejarah, hari ini menjadi kenyataan dan hari esok menjadi harapan. Kita tidak dapat berbuat apa-apa terhadap masa lalu karena telah menjadi bagian dari sejarah dari hidup kita, namun kita dapat berbuat banyak hari ini dengan segala cara dan upaya kita untuk merangkai hari esok yang lebih baik yang menjadi harapan kita semua. Kesalahan masa lalu hendaklah menjadi pengajaran dan sempadan bagi kita dalam menyikapi kenyataan hari ini dan merencanakan hari esok. Setiap manusia pasti pernah bersalah dan berdosa dalam hidupnya baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Semua kesalahan dan dosa tersebut adalah sesuatu yang dapat dianggap lumrah dan wajar bagi manusia, jika setiap kesalahan tersebut disikapi dengan sebuah keinsafan yang mendalam dan penyesalan serta taubat nasuha, sehingga sebuah kesalahan tidak pantas untuk terjadi dua kali atau berulang-ulang dalam kehidupan seorang Mukmin. Sesungguhnya orang yang tidak sanggup mengakui kesalahan dan dosa yang pernah ia lakukan akan sulit untuk dapat melakukan perubahan dan hal-hal yang baik serta benar di dalam hidupnya.

Ken Blanchard, pengarang buku "The One Minute Manager" menyatakan bahwa kita biasanya bersikap keras dalam mempertahankan keyakinan yang lama dan sukar menerima perubahan karena beberapa sebab atau alasan ;
• Pada saat kita berpikir tentang perubahan, kita sering memikirkan hal-hal yang harus dan mesti kita lepaskan demi perubahan tersebut, bukan hal-hal yang akan kita dapat, berupa keuntungan dari upaya perubahan yang akan kita lakukan .
• Setiap orang mempunyai tahap toleransi yang berbeda dalam menerima sebuah peruba serta keadaan, serta latar belakang psikologis seseorang.
• Adanya kecenderungan yang kuat dan tuntutan perasaan yang bergelora dalam jiwa kita, untuk mempertahankan dan kembali kepada keadaan asal, dengan sebuah keyakinan bahwa keadaan dulu lebih baik dari sekarang.

Plato pernah berkata bahwa; "Kemenangan yang utama ialah kemampuan kita untuk menaklukkan atau mengalahkan diri sendiri." Hal ini di dukung oleh Garfield yang berkata, "Di dunia ini semua benda-benda pada hakikatnya tidak pernah berubah, kecuali ada orang yang merubahnya." Perubahan tidak terjadi tanpa ada penggerak atau sebab, dan perubahan yang paling berat dan paling sukar ialah merubah diri dan pribadi kita sendiri.

Melirik kepada hijrah rasulullah saw yang terjadi pada 1430 tahun yang lalu adalah benar-benar menjadi momentum perubahan bagi ummat. Dari kekufuran kepada Islam, dari dosa kepada pahala, dari permusuhan kepada perdamaian, dari kejahilan kepada nur dan ilmu pengetahuan, dari kehidupan individualistik yang sia-sia kepada kehidupan ummatis yang penuh makna. Semua ini bermula dari keinsafan, kesadaran dan kerelaan setiap elemen ummat untuk merubah pola pikir dan pola hidup mereka. Kita mesti yakin dengan keyakinan yang teguh bahwa segalanya di dunia ini yang bernama makhluk pasti berubah dan yang tetap hanyalah perubahan. Jika kita tidak berubah maka kita akan dirubah oleh zaman, lingkungan dan keadaan. Kita mestilah tampil sebagai arsitek sebuah perubahan bukan hanya berpuas hati menjadi bagian dari sebuah perubahan. Kita mesti mau belajar untuk berubah. Jika kita tidak belajar kita tidak akan berubah, dan jika kita tak berubah berarti kita telah mati pada kehidupan ini sebelum ajal menjemput kita.

MERAIH BONUS ANAK SHOLEH

MERAIH BONUS ANAK SHOLEH
Oleh
LUKMAN SYARIF
Ketua Forum Kerukunan Ummat Beragama Kota Dumai

Kekecewaan dan keresahan jiwa tentunya akan menguasai diri kita, ketika kita memutuskan untuk berbisnis atau berdagang sebagai jalan dan cara kita untuk memperoleh nafkah dan kehidupan yang lebih baik. Segala daya dan upaya kita berupa moril dan materil serta waktu kita gunakan, namun ternyata semuanya berakhir dengan kegagagalan dan kerugian yang membawa penyesalan. Hal yang sama dan serupa juga akan kita alami ketika kita memutuskan untuk bertani. Setelah mengeluarkan uang yang banyak untuk membeli bibit yang baik dan unggul dan mahal, ternyata hanya berakhir dengan kematian bibit tersebut pada minggu ketiga setelah ia tumbuh subur selama beberapa minggu. Kesedihan, putus asa dan hilang semangat hidup bisa menjadi hal-hal yang membayangi kehidupan kita, sehingga hidup terasa kurang bermakna.

Kiasan di atas adalah gambaran nyata dari sebuah kegagalan memperoleh anak sholeh dalam hidup kita. Banyak harta, materi, jiwa, waktu dan perasaan yang kita curahkan kepada anak kita namun semuanya berakhir dengan kegagalan. Bak kata pepatah; Padi ditanam yang tumbuh adalah lalang, kebaikan berbuah kedurhakaan dan penentangan yang membuat hati orangtua remuk redam karena perjuangan panjang berbuah sia-sia. Sebagai Muslim yang bertakwa tentunya kita siap untuk gagal dan kalah bahkan untuk menjadi pecundang sekalipun, dalam perjuangan pribadi kita, namun kita sama sekali, tidak akan pernah siap dan rela untuk menghadapi kegagalan anak-anak kita.

Sungguh sangat ironi, jika orangtua kita yang terdahulu, dengan segala kekurangan mereka, terkadang hidup dalam kemiskinan yang berkepanjangan dan buta huruf serta hidup di pinggiran desa, ternyata berhasil melahirkan kita sebagai generasi yang lebih baik dari pada mereka, namun kita pada sisi yang lain dengan segala kelebihan yang ada, pendidikan yang lebih tinggi, materi yang lebih memadai belum tentu berhasil melahirkan generasi yang lebih baik dari kita.

Mempunyai anak sholeh adalah sebuah kesuksesan yang besar dan luar biasa, karena kita memperoleh kesuksesan dunia dan akhirat secara bersamaan. Seratus kesuksesan yang kita peroleh tidak akan pernah sebanding nilainya dengan keberhasilan anak-anka kita yang sholeh dan sholehah. Dengan memiliki anak sholeh dan sholeh akan menjadikan kita dapat hidup lebih lama dengan usia yang sangat panjang bahkah ratusan tahun, karena kita telah mewariskan semua nilai-nilai murni dan moral yang utama yang kita miliki dan amalkan kepada anak-anak kita, untuk mereka wariskan kepada anak, cucu dan cicit kita, karena kematian hanya memisahkan jasad kita dari ruh, tetapi segala nasehat, bimbingan dan tunjuk ajar serta semua contoh teladan yan kita wariskan terus hidup dan tumbuh subur pada anak cucu kita. Mendapat anak sholeh bagaikan beranak lalang karena sang anak lebih tajam dan lebih melawan serta menantang dari induknya. Mempunyai anak durhaka, lemah, dengan masa depan yang suram tidak obahnya bagaikan beranak pisang, induknya gemuk anaknya kurus kurang makan serta berbuah kecil dan sedikit. Alangkah bahagianya jika di akhir usia kita, kita dirahmati dengan keluarga yang bahagia anak-anak yang sholeh dan sholehah yang taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orangtua. Rasa lelah terbayar dengan prestasi dan keberhasilan mereka serta keluhuran budi pekerti yang mereka amalkan. Allah berfirman : Hendaklah Orang-orang yang beriman merasa takut untuk meninggalkan generasi yang lemah selepas mereka ( An Nisaa Ayat 4 ). Pada surah Al-Anfaal Allah berfirman: Ketahuilah bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak kamu adalah ujian keimanan yang terbesar bagi kamu, Dan sesungguhnya Allah menyediankan balasan pahala yang besar bagi mereka yang berhasil. Walloohu A’lam.