Oleh
Lukman Syarif, MA.
Di tengah rancaknya pesta demokrasi dalam pemilihan kepala daerah ( pilgubri) dan obsesi para calon gubernur untuk terpilih menjadi penguasa nomor satu di daerah ini berbagai macam janji dan harapan coba dilemparkan kepada masyarakat sebagai upaya untuk menarik suara pemilih. Tanpa mereka sadari telah segudang janji dan harapan yang mereka lontarkan di berbagai tempat dan waktu tanpa berpikir ulang tentang daya dan kemampuan mereka dalam merealisasikan janji-janji tersebut, bahkan merekapun mungkin telah lupa dengan apa yang mereka janjikan. Mudah berjanji hanya karena sikap tamak dan obsesi yang berlebihan untuk mencapai kekuasaan adalah sifat yang sangat tercela dan sangat merugikan diri sendiri terutama ummat yang bisanya mudah hanyut dalam bujuk rayu dan angin harapan yang dihembuskan oleh mereka yang tidak melihat kekuasaan sebagai amanat yang wajib dipertanggungjawabkan.
Kebiasaan untuk mengumbar janji sering terjadi di kalangan pemimpin baik ketika memimpin supaya dianggap baik dan berprestasi atau ketika akan dipilih kembali agar dianggap sebagai seseorang yang memiliki misi dan visi pembangunan yang jelas. Kita mesti sadar dan insaf bahwa bangsa ini telah muak dengan penderitaan dan bosan dengan janji-janji kesejahteraan yang telah mereka terima sejak proses perjuangan menuntut kemerdekaan sehingga hari ini. Apakah kita masih tega untuk terus membohongi rakyat dengan menjual gula-gula harapan dan janji manis setelah mereka hidup selama berpuluh-puluh tahun dengan dengan bertikar derita, berbantal duka dan berselimut kekecewaan.
Kehidupan akhir zaman telah membawa satu dimensi baru dalam pemahaman nilai-nilai murni dan etika kehidupan ummat Islam secara keseluruhannya. Kebohongan sering dianggap kebenaran dan kebenaran sering dilihat sebagai kebohongan sehingga orang lebih percaya kepada kita ketika kita berbohong daripada berkata benar. Seringkali orang yang memperjuangkan agenda ummat dianggap musuh dan mesti diwaspadai, sementara orang yang hanya memperjuangakan kepentingan peribadi dan pandai mengumbar janji seringpula dianggap dan dipandang sebagai pahlawan yang mesti didukung dan disanjung. Ini adalah sebuah tragedi moral dan kemanusiaan yang sangat menyedihkan karena manusia pada akhirnya akan hidup tanpa etika dan tenggelam dalam kesungsangan nilai.
Rasulullah mengajarkan kita untuk tidak meletakkan agenda pribadi mengatasi agenda ummat apalagi sanggup menipu dan menempuh segala macam cara untuk mencapai maksud dan tujuan peribadi. Kekuasaan dunia bukanllah segala-galanya dan terlalu murah untuk kita jual agama, iman dan akhirat kita untuk membeli kekuasaan dunia yang bersifat sementara dan murah harganya. Kekuasaan adalah amanah dari Allah yang Ia berikan kepada hambanya untuk merealisasikan kehendah ( iradah ) Allah di muka bumi, mewujudkan baldatun thoyyibatun warabbun ghofuur ( negeri yang baik, makmur dan mendapat keampunan Allah).
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوْا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan meninggalkan petunjuk; maka tiadalah beruntung perniagaan mereka dan tidak pula mereka beroleh petunjuk hidayah.
Surah al-Baqarah ( 2: 16 )
أَفَلاَ يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Apakah mereka tidak mahu bertaubat kepada Allah dan memohon keampunannya Padahal Allah Maha pengampun, lagi Maha Mengasihani.
Surah al-Maidah 5 : 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar