INGAT MATI SEBAGAI SOLUSI
Oleh
Lukman Syarif, MA.
Ketua MUI Dumai
Perjalanan ke sebuah negeri asing yang jauh dan tak pernah kita kunjungi
seperti kutub utara misalnya, pasti akan menimbulkan perasaan cemas dalam hati
kita, karena ketiadaan ilmu dan informasi tentang keadaan negeri tersebut.
Kematian adalah perjalanan satu arah ( one way entry no exit ) ke negeri
alam barzahk yang tidak kita ketahui secara tepat dan persis bagaimana keadaan
dan kehidupan kita kelak di sana, jika bahagia bagaimanakah nikmatnya, jika
sakit bagaimanakah siksanya karena tak seorangpun yang telah mati dapat kembali
ke dunia untuk bercerita tentang kehidupan di alam sana.
Pembaca yang budiman
Kematian persis seperti pohon kelapa. Buahnya jatuh kebumi, mutiknya juga
jatuh, bahkan bunganya pun jatuh. Buah yang tua memang selalu berada di bawah
tapi belum tentu akan jatuh duluan, dan buah yang muda memang selalu berada di
atas tetapi belum tentu jatuh kemudian, semuanya bergantung kepada takdir dan
ketetapan Allah swt yang maha menetukan segalanya. Yang tua belum tentu mati
lebih dahulu, sehingga tak dapat hidup lama, dan yang muda belum tentu mati
kemudian dan dapat hidup lebih lama. Syauqi penyair sufi menasetkan ummat Islam
tentang kematian: Berbekallah dengan takwa, sebab ketika malam tiba engkau tak
tahu apakah masih hidup esok pagi, banyak orang sehat yang mati tanpa penyakit,
dan banyak pula orang sakit namun dapat hidup lama. Kesehatan janganlah sampai
membuat kita lupa dan alpa, penyakit pula jangalah membuat kita mudah berputus
asa.
Saudara pembaca yang dirahmati Allah
Abdul Hamid al Bilali dalam kitab
Taammulat Ba’dal Fajr mengisahkan ayahnya mantan seorang jenderal besar,
panglima perang yang gagah, memenangi banyak peperangan, namun di hari tuanya
ia menderita penyakit stroke, tanpa mampu bergerak dan berbicara, yang
terdengar darinya hanyalah bunyi suara tanpa susunan kata yang jelas, tubuhnya
lumpuh dan layu, hari ini ia tak lebih dari tumpukan daging yang hampir
membusuk. Abdul hamid bertanya dalam hati sambil merenung jauh, di manakah
kegagahan dan kebesaran hari kemarin? Di
manakah keceriaan dan kesuksesan hari kemarin? Ilustrasi di atas tentunya
membawa kita pada sebuah kesimpulan, ternyata nikmat dunia persis seperti
kenikmatan dalam sebuah hotel mewah yang kita lalui hanya dalam hitungan hari
dan malam semata, kemudian kita mesti meninggalkannya, atau seperti harga
koran harian yang kita beli pada hari
ini seharga Rp. 3000 namun setelah berselang sehari saja, kita dengan Rp. 3000
bisa membeli 30 eksanplar koran. Mengapakah kita masih beriya-iya untuk memenuhi tuntutan
perut kita, padahal nikmat makanan hanyalah antara mulut dan kerongkongan
belaka. Mengapakah kita beriya-iya untuk memiliki tanah puluhan dan ratusan
hektar padahal kuburan kita hanyalah 1 X 2M saja.
Para pembaca yang berbahagia
Rasulullah dalam sabdanya mengingat kita agar menjadi kematian sebagai
penasehat kita. Ingat mati menjadikan kita selalu berupaya agar hidup kita
menjadi lebih berarti, karena kita hidup hanya sekali. Takut mati menjadikan
kita lebih hati-hati dalam berbuat, berbicara dan bertindak, karena bisa jadi
itu adalah hal terakhir dalam hidup kita. Ingat mati menjadikan kita lebih
bertanggungjawab dan yakin bahwa tiada hal garatis di dunia ini. Perbuatan baik
akan berbuah kebaikan dan perbuatan jahat akan berbuah azab dan siksaan. Ismail
al Faruqi berkata: As long as we do not know when we die, plan to die (
selama kita tak tahu kapan kita mati berencanalah untuk mati). Orang yang sholeh dan cerdas selalu
merencanakan kematiannya sehingga hidupnya benar-benar berguna, orang fasiq dan
jahil pula selalu merencanakan kehidupannya sehingga lupa kematian dan hidup
nyaris tak berguna. Orang tersebut akan selalu merasa berhasil tapi gagal,
merasa berbuat tapi riya, dan merasa diri suci tapi penuh dosa.
Ayah penulis Ahamad Mudin. S. Selalu berkata, anakku belajarlah dari pisang
yang tak menyerah mati walaupun ditebang berkali-kali sebelun ia berbuah, maka
engkau sebagai manusia janganlah mati sebelum berjasa untuk ummat dan agamamu.
Janganlah keberadaan kita hanya berguna untuk diri sendiri padahal ayam dan
burung berguna untuk manusia dan makhluk lainnya. Dengan ingat mati kita selalu
bertannya pada diri apakah yang sudah kita beri pada agama dan ummat dan dengan
apakah kita membeli surga? Bukankah surga tak dapat dibeli dengan harta apalagi
maksiat dan dosa. Kita hanyalah menghitung hari dalam sebuah perlombaan
mengejar ridho ilahi. Kita hidup hanya tiga hari: hari kemarin yang menjadi
sejarah, hari ini yang menjadi kenyataan, dan hari esok yang menjadi harapan.
Marilah kita gunakan sehari yang masih tersisa untuk mereformasi diri menjadi
lebih dekat kepada sang pencipta Allah SWT.